Perlu Menjadi Hancur Untuk Bisa Menjadi 'Aku yang Baru'
Hai, sisi positifku.
Terima kasih karena tetap memeluk dan mendukung untuk menjadi aku yang baru. Terima kasih karena sudah berusaha dan tetap bertahan melewati setiap kecemasan, ketakutan, kepahitan, dan keterpurukan yang sempat terjadi di tahun 2019 yang lalu. Terima kasih karena tidak pergi meninggalkanku sendiri, hanya dengan sisi negatif.
Walaupun di 2019 begitu banyak kejadian yang menimbulkan pergolakan dalam batin. Walaupun emosi meletup berulang kali hingga meledak sangat parah. Walaupun sempat tidak yakin dan mengurung diri dengan banyak penyesalan. Terima kasih karena pada akhirnya kamu kembali hadir dan mengukirkan senyum di bibirku.
Aku tahu, kedepannya, mungkin bisa saja ada kejadian yang membuatku kembali merangkul sisi negatif dan melupakanmu, sisi positif. Maka dari itu, mulai dari sekarang, jangan menjauh dan meninggalkan aku sendiri. Sebab aku tidak akan tahan dengan peliknya kehidupan bila kamu pergi jauh. Cukup tahun kemarin saja itu terjadi.
Biarkan kita terus bergandengan tangan sambil menyelesaikan misi hidup yang belum terwujudkan. Menyambut masa depan dengan gembira. Dan menyebar energi positif yang kita punya pada banyak orang.
Ternyata tidak enak. Ketika menjadi seseorang yang merasakan kecemasan berlebihan, terlalu banyak khawatir, terlalu peduli dengan apa kata orang, terlalu ingin membahagiakan orang lain padahal kebahagiaan diri sendiri terbengkalai, terlalu ingin hidup secara sempurna padahal kenyataannya kita semua tidak sempurna, terlalu takut untuk gagal.
Hidup tidak tenang saat melihat orang lain di luar sana sudah berjalan jauh melebihi diri ini. Hidup terasa suntuk saat target sama sekali tidak terpenuhi. Hidup sangat kacau saat gagal datang menyapa sedangkan orang di luar sana hanya bisa melihat sambil tertawa.
Terkadang, mengabaikan orang lain juga perlu. Mengabaikan perkataan orang yang sama sekali tidak paham dengan kondisi kita.
Kita melakukan perjuangan, bersusah payah, jatuh, bangkit lagi, mencoba lagi, jatuh lagi, bangkit lagi dengan sekuat tenaga. Orang lain belum tentu peduli dan menghargai setiap proses itu, tetapi bisa saja mereka dengan mudahnya mengomentari apa yang kita dapat tidak sebanding dengan apa yang mereka harapan. Hal seperti itu lumrah terjadi, yang tidak lumrah adalah kita selalu saja mendengarkan komentar mereka dan membuat diri menjadi semakin buruk dan handur.
Tenangkan diri, tarik napas yang panjang dari hidung dan hembuskan dengan perlahan dari mulut, abaikan kalimat negatif, serap kalimat-kalimat positif. Masa depan kita bukan dibentuk oleh komentar orang lain. Apa masih mau mendengarkan komentar negatif dari orang lain?
Takut, cemas, dan khawatir. Kenapa mereka pernah datang dalam hidup ini?
Setelah melewati perjalanan panjang, ada satu hal menarik yang ternyata tersimpan di balik rasa takut, cemas, dan khawatir. Rasa takut ada untuk mengajarkan keberanian. Cemas hadir untuk melatih rasa tenang muncul dengan perlahan. Dan, khawatir ada untuk mengajarkan sebuah keyakinan dalam hati.
Memang tidak mudah. Tetapi, aku yakin semua orang bisa berubah menjadi lebih baik, asal ada kemauan.
Punya cita-cita membahagiakan banyak orang. Padahal diri sendiri belum bahagia. Bagaimana bisa?
Ternyata, yang namanya bahagia itu diciptakan oleh diri sendiri. Salah satu yang paling mudah adalah mensyukuri apa yang diri sendiri miliki. Bersyukur karena hari ini masih bisa makan, bersyukur karena masih bisa bernapas tanpa alat bantu, bersyukur atas keluarga yang masih utuh, bersyukur masih ada pekerjaan, bersyukur dengan semua yang memang patut untuk disyukuri.
Ketika perlahan-lahan hati menjadi mudah untuk merasa syukur, secara otomatis, rasa bahagia menyelimuti diri sendiri. Saat itulah, orang lain bisa merasakan pancaran energi positif kita. Jadi, mau kan memulai dari membahagiakan diri sendiri dahulu?
Kita manusia, maunya sempurna dalam segala hal. Padahal kita sendiri diciptakan dengan kekurangan dan kelebihan. Lalu, kenapa masih mengejar kesempurnaan? Supaya tidak gagal?
Totalitas dalam berusaha untuk mewujudkan sesuatu dan mengejar kesempurnaan memang beda tipis ya. Tetapi tetap ada yang membedakan keduanya, yaitu pada titik akhirnya. Ketika totalitas, saat dirasa usaha yang dilakukan sudah cukup, pasti akan berhenti dan merasa puas dengan hasil yang didapat. Kalau merasa belum puas, perbaiki dengan hati senang dan proses perbaikan dengan kepala dingin. Sedangkan kalau kita mengejar kesempurnaan, tidak akan berhenti sampai merasa benar-benra sangat puas saat melalukan perjuangan itu sendiri. Yang ada malah terasa capek sendiri.
Apa kamu sekarang sedang berada di posisi sedang tidak baik? Tidak apa. Memang kita perlu merasakan buruk supaya bisa memahami makna keadaan baik-baik saja. Perlu menjadi hancur untuk menjadi 'aku yang baru'.
Terima kasih karena tetap memeluk dan mendukung untuk menjadi aku yang baru. Terima kasih karena sudah berusaha dan tetap bertahan melewati setiap kecemasan, ketakutan, kepahitan, dan keterpurukan yang sempat terjadi di tahun 2019 yang lalu. Terima kasih karena tidak pergi meninggalkanku sendiri, hanya dengan sisi negatif.
Walaupun di 2019 begitu banyak kejadian yang menimbulkan pergolakan dalam batin. Walaupun emosi meletup berulang kali hingga meledak sangat parah. Walaupun sempat tidak yakin dan mengurung diri dengan banyak penyesalan. Terima kasih karena pada akhirnya kamu kembali hadir dan mengukirkan senyum di bibirku.
Aku tahu, kedepannya, mungkin bisa saja ada kejadian yang membuatku kembali merangkul sisi negatif dan melupakanmu, sisi positif. Maka dari itu, mulai dari sekarang, jangan menjauh dan meninggalkan aku sendiri. Sebab aku tidak akan tahan dengan peliknya kehidupan bila kamu pergi jauh. Cukup tahun kemarin saja itu terjadi.
Biarkan kita terus bergandengan tangan sambil menyelesaikan misi hidup yang belum terwujudkan. Menyambut masa depan dengan gembira. Dan menyebar energi positif yang kita punya pada banyak orang.
Instagram pribadi
Hidup tidak tenang saat melihat orang lain di luar sana sudah berjalan jauh melebihi diri ini. Hidup terasa suntuk saat target sama sekali tidak terpenuhi. Hidup sangat kacau saat gagal datang menyapa sedangkan orang di luar sana hanya bisa melihat sambil tertawa.
Photo by Seth Doyle on Unsplash
Terkadang, mengabaikan orang lain juga perlu. Mengabaikan perkataan orang yang sama sekali tidak paham dengan kondisi kita.
Kita melakukan perjuangan, bersusah payah, jatuh, bangkit lagi, mencoba lagi, jatuh lagi, bangkit lagi dengan sekuat tenaga. Orang lain belum tentu peduli dan menghargai setiap proses itu, tetapi bisa saja mereka dengan mudahnya mengomentari apa yang kita dapat tidak sebanding dengan apa yang mereka harapan. Hal seperti itu lumrah terjadi, yang tidak lumrah adalah kita selalu saja mendengarkan komentar mereka dan membuat diri menjadi semakin buruk dan handur.
Tenangkan diri, tarik napas yang panjang dari hidung dan hembuskan dengan perlahan dari mulut, abaikan kalimat negatif, serap kalimat-kalimat positif. Masa depan kita bukan dibentuk oleh komentar orang lain. Apa masih mau mendengarkan komentar negatif dari orang lain?
Takut, cemas, dan khawatir. Kenapa mereka pernah datang dalam hidup ini?
Setelah melewati perjalanan panjang, ada satu hal menarik yang ternyata tersimpan di balik rasa takut, cemas, dan khawatir. Rasa takut ada untuk mengajarkan keberanian. Cemas hadir untuk melatih rasa tenang muncul dengan perlahan. Dan, khawatir ada untuk mengajarkan sebuah keyakinan dalam hati.
Memang tidak mudah. Tetapi, aku yakin semua orang bisa berubah menjadi lebih baik, asal ada kemauan.
Photo by bruce mars on Unsplash
Punya cita-cita membahagiakan banyak orang. Padahal diri sendiri belum bahagia. Bagaimana bisa?
Ternyata, yang namanya bahagia itu diciptakan oleh diri sendiri. Salah satu yang paling mudah adalah mensyukuri apa yang diri sendiri miliki. Bersyukur karena hari ini masih bisa makan, bersyukur karena masih bisa bernapas tanpa alat bantu, bersyukur atas keluarga yang masih utuh, bersyukur masih ada pekerjaan, bersyukur dengan semua yang memang patut untuk disyukuri.
Ketika perlahan-lahan hati menjadi mudah untuk merasa syukur, secara otomatis, rasa bahagia menyelimuti diri sendiri. Saat itulah, orang lain bisa merasakan pancaran energi positif kita. Jadi, mau kan memulai dari membahagiakan diri sendiri dahulu?
Kita manusia, maunya sempurna dalam segala hal. Padahal kita sendiri diciptakan dengan kekurangan dan kelebihan. Lalu, kenapa masih mengejar kesempurnaan? Supaya tidak gagal?
Totalitas dalam berusaha untuk mewujudkan sesuatu dan mengejar kesempurnaan memang beda tipis ya. Tetapi tetap ada yang membedakan keduanya, yaitu pada titik akhirnya. Ketika totalitas, saat dirasa usaha yang dilakukan sudah cukup, pasti akan berhenti dan merasa puas dengan hasil yang didapat. Kalau merasa belum puas, perbaiki dengan hati senang dan proses perbaikan dengan kepala dingin. Sedangkan kalau kita mengejar kesempurnaan, tidak akan berhenti sampai merasa benar-benra sangat puas saat melalukan perjuangan itu sendiri. Yang ada malah terasa capek sendiri.
Apa kamu sekarang sedang berada di posisi sedang tidak baik? Tidak apa. Memang kita perlu merasakan buruk supaya bisa memahami makna keadaan baik-baik saja. Perlu menjadi hancur untuk menjadi 'aku yang baru'.
0 komentar